Musyarakah
Musyarakah (syirkah atau syarikah atau
serikat atau kongsi) adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang
atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa
sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan
kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah dilandasi
adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset
yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya. Ketentuannya, antara lain:
1. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus sadar hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut :
- Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan.
- Setiap mitra memiliki hak umtuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
- Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian yang disengaja.
- Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan dana atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
Pengertian Secara Bahasa
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa Arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); ertinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar) Menurut erti asli bahasa Arab, syirkah bererti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya, (An-Nabhani).
Pengertian Secara Fiqih Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad antara 2 pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja dengan tujuan memperoleh keuntungan. (An-Nabhani)
Bentuk Musyarakah
Hukum Syirkah
Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadith Nabi s.a.w berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat Baginda diutus oleh Allah sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad s.a.W membenarkannya. Sabda Baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa jalla telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku keluar dari keduanya. (Hr Abu dawud, alBaihaqi dan adDaruquthni) Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Aba Manhal pernah mengatakan , “aku dan rekan pembagianku telah membeli sesuatu dengan cara tunai dan utang.” Lalu kami didatangi oleh Al Barra’bin azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab, “ Aku dan rekan kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan pembagian. Kemudian kami bertanya kepada Nabi s.a.w tentang tindakan kami.
Baginda menjawab: “barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silkan kalian ambil. Sedangkan yang (diperoleh) secara utang, silalah kalian bayar” Hukum melakukan syirkah dengan kafir Zimmi Hukum melakukan syirkah dengan kafir zimmi juga adalah mubah. Imam Muslim pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yang mengatakan: “Rasulullah saw pernah memperkerjakan penduduk khaibar(penduduk Yahudi) dengan mendapat bagian dari hasil tuaian buah dan tanaman”
Rukun Syirkah
Rukun
syirkah yang asas ada 3 perkara iaitu: a) akad (ijab-kabul) juga disebut sighah
b) dua pihak yang berakad (‘aqidani), mesti memiliki kecekapan melakukan
pengelolaan harta c) objek aqad(mahal) juga disebut ma’qud alaihi, samada modal
atau pekerjaan
Manakala
syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah adalah objek tersebut boleh
dikelola bersama atau boleh diwakilkan.
Pandangan
Mazhab Fiqih tentang Syirkah Mazhab Hanafi berpandangan ada empat jenis syirkah
yang syari’e iaitu syirkah inan, abdan, mudharabah dan wujuh. ( Wahbah Az
Zuhaili, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu) Mazhab Maliki hanya 3 jenis syirkah
yang sah yaitu syirkah inan, abdan dan mudharabah. Menurut mazhab syafi’e,
zahiriah dan Imamiah hanya 2 syirkah yang sah yaitu inan dan mudharabah. Mazhab
hanafi dan zaidiah berpandangan ada 5 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah
inan, abdan, mudharabah, wujuh dan mufawadhah.
Ada pun
pembagian boleh samada berbagi hak milik (syirkatul amlak) atau/dan pembagian
aqad Syeikh Taqiuddin AnNabhani dalam kitabnya Sistem Ekonomi Alternatif
Perspektif Islam berijtihad terdapat 5 jenis syirkah yang syari’i sama seperti
pandangan mazhab Hanafi dan Zaidiah.
1)
Syirkah Inan
Syirkah inan
adalah syirkah yang mana 2 pihak atau lebih, setiap pihak menyumbangkan modal
dan menjalankan kerja. Contoh bagi syirkah inan: Khalid dan Faizal berbagi
menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal
RP.50.000 setiap seorang. Perkongsian ini diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah
dan ijma’sahabah. Disyaratkan bahawa modal yang dibagi adalah berupa uang.
Modal dalam bentuk harta benda seperti kereta mestilah diakadkan pada awal
transaksi. Kerja sama ini dibangun oleh konsep perwakilan(wakalah) dan
kepercayaan(amanah).
Sebab masing-masing pihak, dengan memberi/berkongsi modal
kepada rekan kongsinya bererti telah memberikan kepercayaan dan mewakilkan
kepada rekan kongsinya untuk mengelola perniagaan. Keuntungan adalah
berdasarkan kesepakatan semua pihak yang bekerja sama manakala kerugian
berdasarkan peratusan modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-Jami’
meriwayatkan dari Ali r.a yang mengatakan: “kerugian bergantung kepada modal,
sedangkan keuntungan bergantung kepada apa yang mereka sepakati”
2) Syirkah
Abdan
Perkongsian
abdan adalah perkongsian 2 orang atau lebih yang hanya melibat tenaga(badan)
mereka tanpa melibatkan perkongsian modal. Sebagai contoh: Jalal adalah tukang
buat rumah dan Rafi adalah juruelektrik yang berkongsi menyiapkan proyek sebuah
rumah. Perkongsian mereka tidak melibatkan perkongsian kos. Keuntungan adalah
berdasarkan persetujuan mereka. Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil
As-sunnah. Ibnu mas’ud pernah berkata” aku berkongsi dengan Ammar bin Yasir dan
Saad bin Abi Waqqash mengenai harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa dua
orang tawanan sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun” (HR Abu Dawud dan
Atsram). Hadith ini diketahui Rasulullah s.a.w dan beliau membenarkannya.
3)
Syirkah Mudharabah
Syirkah
Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak
menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal (mal).
(An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan
ulama Hijaz menyebutnya qiradh. (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836).
Sebagai contoh: Khairi sebagai pemodal memberikan modalnya sebanyak RM 100 ribu
kepada Abu Abas yang bertindak sebagai pengelola modal dalam pasaraya ikan.
Ada 2 bentuk
lain sebagai variasi syirkah mudharabah. Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B)
sama-sama memberikan mengeluarkan modal sementara pihak ketiga (katakanlah C)
memberikan menjalankan kerja sahaja. Kedua, pihak pertama (misalnya A)
memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya
B) hanya memberikan konstribusi modal tanpa konstribusi kerja. Kedua-dua bentuk
syirkah ini masih tergolong dalam syirkah mudharabah (An-Nabhani, 1990:152).
Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak
pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian,
pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada
keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola,
sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah
berlaku wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung
kerosakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990:
152). Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian jika kerugian itu
terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
4)
Syirkah Wujuh
Disebut
syirkah wujuh kerana didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian (wujuh)
seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak
(misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga
(misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah
tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah
mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya.
(An-Nabhani, 1990:154) Bentuk kedua syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak
atau lebih yang bersyirkah dalam barangan yang mereka beli secara kredit, atas
dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa sumbangan modal dari
masing-masing pihak.
Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai pedagang. Lalu A
dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang C
secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang yang
dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua,
sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang). Dalam syirkah kedua
ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan nisbah barang
dagangan yang dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing
pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh kedua ini
hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990:154). Namun
demikian, An-Nabhani mengingatkan bahawa ketokohan (wujuh) yang dimaksud dalam
syirkah wujuh adalah kepercayaan kewangan (tsiqah maliyah), bukan semata-mata
ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan
seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal
tidak jujur atau suka memungkiri janji dalam urusan kewangan. Sebaliknya sah
syirkah wujuh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para
pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan kewangan (tsiqah maliyah) yang
tinggi misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan kewangan.
5)
Syirkah Mufawadhah
Syirkah
mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang menggabungkan semua
jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan, mudharabah dan wujuh). Syirkah
mufawadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap
jenis syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan
jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya;
iaitu ditanggung oleh pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah
inan) atau ditanggung pemodal sahaja (jika berupa syirkah mudharabah) atau
ditanggung pengusaha usaha berdasarkan peratusan barang dagangan yang dimiliki
(jika berupa syirkah wujuh). Contoh: A adalah pemodal, menyumbang modal kepada
B dan C, dua jurutera awam yang sebelumnya sepakat bahawa masing-masing
melakukan kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk menyumbang modal untuk
membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.
Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan iaitu B dan C
sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja sahaja.
Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, bererti di antara mereka
bertiga wujud syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C
sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahawa masing-masing memberikan
suntikan modal di samping melakukan kerja, bererti terwujud syirkah inan di
antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar
kepercayaan pedagang kepada keduanya bererti terwujud syirkah wujuh antara B
dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua
jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah.
6) Syirkah Al Milk
Syirkah Al
Milk mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership) yang keberadaannya
muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama (joint
ownership) atau suatu kekayaan (aset). Misalnya, dua orang atau lebih menerima
warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta kekayaan atau perusahaan baik
yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi-bagi. Contoh lain, berupa kepemilikan
suatu jenis barang (misalnya, rumah) yang dibeli bersama. Dalam hal ini, para
mitra harus berbagi atas harta kekayaan tersebut berikut pendapatan yang dapat
dihasilkannya sesuai dengan porsi masing-masing sampai mereka memutuskan untuk
membagi atau menjualnya. Untuk tetap menjaga kelangsungan kerja sama,
pengambilan keputusan yang menyangkut harta bersama harus mendapat persetujuan
semua mitra. Dengan kata lain, seorang mitra tidak dapat bertindak dalam
penggunaan harta bersama kecuali atas izin mitra yang bersangkutan. Syirkah al
milk kadang bersifat ikhtiyariyyah (ikhtiari/sukarela/voluntary) atau
jabariyyah (jabari/tidak sukarela/involuntary).
Apabila harta bersama
(warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi, namun para mitra memutuskan untuk tetap
memilikinya bersama, maka syirkah al milk tersebut bersifat ikhtiyari
(sukarela/voluntary). Contoh lain dari syirkah jenis ini adalah kepemilikan
suatu jenis barang (misalnya rumah) yang dibeli secara bersama. Namun, apabila
barang tersebut tidak dapat dibagi-bagi dan mereka terpaksa harus memilikinya
bersama, maka syirkah al milk bersifat jabari (tidak sukarela/involuntary atau
terpaksa). Misalnya, syirkah di antara ahli waris terhadap harta warisan
tertentu, sebelum dilakukan pembagian.
Prinsip Ekonomi
Syariah Dengan Akad Musyarakah
Kata musyarakah di dalam bahasa Arab berasal dari kata
syaraka yang artinya pencampuran atau keikutsertaan dua orang atau lebih dalam
suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang di tetapkan berdasarkan
perjanjian untuk bersama-sama menjalankan suatu usaha dan pembagian keuntungan
dan kerugian dalam bagian yang ditentukan. Musyarakah dapat juga di artikan
sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana
masing-masing pihak memberi kontribusi dana atau
keahliannya dengan kesepakan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung
bersama.
Para
Ulama dari Mazhab Hanafi mendefinisikan musyarakah sebagai akad di antara
rekanan/partner pada modal dan profit, disebut juga sebagai syirkah al-aqad
atau contractual partnership.
Para
Ulama dari Mazhab Shafi’i mendefinisikan musyarakah sebagai konfirmasi dari hak
bersama dari dua orang atau lebih terhadap sebuah properti atau di sebut juga
syirkah al-mulk.
Para
Ulama dari Mazhab Hanbali mendefinisikan musyarakah sebagai hak bersama dan
kebebasan untuk menggunakan hak tersebut.
Sedangkan
para uLama dari Mazhab Maliki mendefiniskannya sebagai pemberian izin untuk
bertransaksi, di mana setiap orang dari pada rekanan tersebut mendapat izin
untuk melakukan transkasi dengan menggunaka properti bersama, sementara itu
pada saat yang bersamaan masih memiliki hak untuk bertransaksi pada pihka lain
dengan menggunakan properti yang sama.
Dari
semua definisi-definisi musyarakah tersebut di atas, definisi dari mazhab
Hanafilah yang lebih bisa menjelaskan essensi dari transaksi modern mengenai
kontrak kerjasama usaha/ bisnis partnership, dimana bentuk kerjasamanya adalah
profit-and-loss-sharing (PLS). Pada sistim kerjasama PLS ini, untung dan rugi
di tanggung bersama.
Legalitas
dari Musyarakah
Sumber
legalitas dari Musyarakah adalah Al-Qur’an dan Sunnah:
1.Al-Qur’an:
tafsir dari surat Al Maidah, ayat 2:
“tolong-menolonglah
kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa”.
Maksud
dari pada ayat ini adalah Allah SWT telah berfirman agar manusia saling tolong
menolong dan bersama-sama berusaha untuk suatu tujuan yang baik , dengan kata
lain Musyarakah adalah sebuah bentuk usaha atas dasar saling tolong-menolong
antara sesama manusia dengan tujuan mendapatkan profit/laba, oleh sebab itu
Prinsip dari musyarakah ini sangat dianjurkan dalam agama Islam.
2.Al-Qur’an:
tafsir dari surat Al-Sad ayat 24 :
“ dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian dari mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali kepada orang–orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh, dan amat sedikitlah mereka ini”.
Penggalan
dari ayat Al-Qur’an ini mendukung keberadaan prinsip dari pada musyarakah,
dimana setiap partner dalam bisnis haruslah mempunya akhlak yang baik pada saat
melakukan usaha bisnisnya.
3.Sunnah:
Nabi Muhammad SAW dalam bentuk hadist qudsi mengatakan bahwa Allah telah
berfirman:
“ Aku
pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak
mengkhianati yang lainnya”.
Hadist
ini memberikan indikasi bahwa Allah akan selalu menjaga setiap bisnis partner
beserta usaha/bisnis bersama mereka. Untuk itu setiap Muslim dianjurkan untuk
dapat melakukan kerjasama bisnis, dengan catatan setiap mitra/partner adalah
orang yang jujur dan menghormati hak masing-masing dari para mitra bisnisnya.
Syarat
dan ketentuan dari musyarakah Syarat
dari akad, yaitu ketiga rukun akad harus terpenuhi:
1. Sighah / Ijab dan qabul
2. Pihak-pihak yang berkontrak
3. Subject matter/Modal dan kerja
Ketentuan
mengenai modal:
1.Kontribusi
modal dapat berbentuk tunai, emas,perak atau benda lain yang nilai nya sama
dengan tunai,emas atau perak. Jumhur Ulama telah sepakat akan hal ini dan tidak
ada perdebatan mengenai modal untuk aqad musyarakah ini.
2.Modal
dapat berbentuk komoditi, properti atau equipment, dapat pula berbentuk
intangible right atau trademark, dan hak yang serupa dengan catatan nilai dalam
bentuk tunai nya sama dengan yang sudah di sepakati di antara partner/mitra
bisnis.
Para
Ulama dari Mazhab Shafi’i dan Maliki mensyaratkan bahwa modal harus di campur
agar tidak terjadinya perlakuan hak istimewa dalam pengelolalan bisnis diantara
para mitra.
Sedangkan
para ulama Mazhab Hanafi tidak mensyaratkan kondisi ini apabila modal dalam
bentuk tunai, sementara Para Ulama Mazhab Hanbali tidak menentukan keharusan
untuk pencampuran modal.
Jenis-jenis
akad musyarakah
Musyarakah
di bagi dalam 2 jenis: syirkah al-inan atau unequal-shares partnership, dan
syirkah al-mufawadah atau equal-shares partnership.
1.Syirkah
al-Inan, dimana dua orang atau lebih memberikan penyertaan modalnya dengan
porsi yang berbeda, dengan bagi hasil keuntungan yang di sepakati bersama, dan
kerugian yang di derita akan di tanggung sesuai dengan besarnya porsi modal
masing-masing. Dalam hal pekerjaan dan tanggung jawab dapat di tentukan dengan
kesepakatan bersama dan tidak tergantung dari porsi modalnya. Begitu juga
dengan keuntungan yang di dapat, tidak tergantung dari porsi modal, tapi
disesuaikan dengan perjanjian dimuka.
Setiap
mitra pada syirkah al-inan ini bertindak sebagai wakil daripada mitra yang
lainnya dalam hal modal dan pekerjaan yang di lakukan untuk keperluan transaksi
bisnisnya. Setiap mitra tidak saling memberikan jaminan pada masing masing
mitra bisnisnya. Akad musyarakah ini tidak mengikat dan pada saat tertentu,
setiap partner/mitra bisnis berhak memutuskan untuk mengundurkan diri dan
membatalkan kontrak kerjasama ini dan menjual sahamnya kepada mitranya atau
pihak yang lain yang bersedia menjadi mitra baru dari usaha bisnis tersebut.
2.Syirkah
al-mufawadah, pada musyarakah jenis ini, setiap partner menyertakan modal yang
sama nilainya, mendapatkan profit sesuai dengan modalnya, begitu juga dengan
kerugian, ditanggung bersama-sama sesuai dengan modalnya. Para Ulama dari
Mazhab Hanafi mengatakan bahwa setiap partner saling menjamin/garansi bagi
partner yang lainnya. Para Ulama dari Mazhab Hanafi dan Zaidi memandang ini
sebagai bentuk partnership yang legal. Sementara para ulama dari mazhab Shafi’i
dan Hanbali memandang bahwa yang dipahami oleh mazhab Hanafi adalah illegal dan
tidak mendasar. Pada applikasi modern jenis syirkah ini dapat diimplementasikan
sepanjang hak dan kewajiban dari masing-masing partner disebutkan pada
perjanjian kontrak kerjasamanya. Sesungguhnya syirkah jenis mufawadah sangat
sulit diapplikasikan karena mulai dari modal, kerja dan keahlian dari setiap
partner dalam mengelola bisnis harus semuanya sama porsinya.
Dilihat
dari modal dan jenis pekerjaannya, Musyarakah dapat dibagi lagi menjadi tiga
kelompok:
1.shirkah
al-amwal: modal dalam bentuk uang dimana setiap partner menempatkan dananya
untuk keperluan investasi pada suatu perusahaan komersil.
2.shirkah
al-amal: modal dalam bentuk kerja, dimana dua orang seprofesi bekerjasama untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan mengambil keuntungan dari pekerjaan itu.
Misalnya: kerjasama dua orang penjahit dalam menerima pekerjaan untuk menjahit
seragam kantor.
3.shirkah
al-wujuh: modal dalam bentuk reputasi atau keahlian dalam bisnis, dimana dua
orang atau lebih yang tidak memiliki modal sama sekali membeli barang secara
kredit dari suatu perusahaan dan menjual kembali pada pihak lain secara tunai.
Keuntungan dari hasil penjualan tesebut di bagi bersama.
Musyarakah
dapat juga di applikasikan ke dalam skema pembiayaan Bank, diantaranya adalah:
1.
Pembiayaan Proyek
Musyarakah
dapat di lakukan pada sebuah proyek yang sebagian modalnya dibiayai oleh bank
dan setelah proyek itu selesai bank dapat melepas kemitraannya dan menjual
kembali bagian dari sahamnya kepada nasabah.
2.
Pembiayaan L/C
Musyarakah
dapat pula digunakan untuk pembiayaan export atau import dengan menggunakan
letter of credit atau L/C.
3. Modal
Kerja/working capital
Musyarakah
dapat digunakan juga untuk modal kerja sebuah usaha atau bisnis.
Distribusi
Profit/laba
Ada
beberapa syarat dan ketentuan dalam hal pembagian keuntungan dari akad
Musyarakah:
1. Proporsi profit/laba diantara mitra harus disepakati bersama dimuka dan dituangkan dalam akad.
3. Tidak boleh dalam bentuk nilai yang pasti atau fixed amount tetapi harus
dalam bentuk persentase.
Dalam
pembagian profit ini, para Ulama dari Mazhab Maliki dan Shafi’i mempunyai
pandangan bahwa sangatlah penting agar legalitas dari Musyarakah ini terjaga
apabila pembagian profit sesuai dengan proporsi modal yang di setorkan,
misalnya kalau modalnya 30% maka pendapatan profitnya juga harus 30%. Namun
Para Ulama dari Mazhab Hanbali mempunyai pandangan yang berbeda, dimana mereka
mengatakan bahwa rasio pendapatan keuntungan boleh saja berbeda persentasenya
dari modal yang disetor, sepanjang hal itu disepakati bersama oleh semua bisnis
partnernya.
Sementara
itu, para Ulama dari Mazhab Hanafi berpendapat bahwa rasio laba/profit ratio
boleh tidak sama dengan rasio modal pada kondisi yang normal. Apabila salah
seorang bisnis partner mensyaratkan di dalam akad bahwa beliau tidak akan turut
serta dalam mengelola bisnis tersebut, yang hanya akan menjadi sleeping partner
dan hanya menyetorkan modal nya saja, maka bagian dari laba yang akan di dapat
nya hanya sebatas proporsi modalnya saja/persentasenya sesuai dengan modal yang
di setorkan.
References:
1.Briefcase
Book Edukasi Professional syariah, 2005, “ Cara mudah memahami akad akad
syariah, Al-syirkah atau musyarakah”. Penyunting: Dr. M. Firdaus NH, Sofiniah
Ghufron, M. Aziz Hakim, Mukhtar Alshodiq.
2.INCEIF
2006, Applied Shariah in Financial Transactions, Topic 4, Musharakah.